Janji Reza



Janji itu Hutang


*@zize_18



“Reza ….di pangil ustad nggji…’’

Reza hanya terdiam, ia tak menjawab suara itu, biarlah suara itu berlalu dengan iringan jarum jam yg selalu melampawi detik demi detik  yg di sambut mlm itu. Reza masih tertunduk di bawah bintang-bintang di balik awan tipis, yg masih malu menampakan pesona cantiknya di dalam kegelapan malam .
“Mengapa aku selalu gagal”  Reza meraung bergitu saja, ke piluan kalbu yg di lontarkanya. sakit yg dirasakan reza pada sa’at ini bukanla sakit karena cinta dan bukan juga sakit karena ecean atau gojlokan orang lain. tapi dia sakit karena kebodohannya yang selalu tak bisa mencapai angan-anganya yg di impikan salama ini. bayangkan sudah 4 tahun reza mondok di pesantren Nurul Huda tapi dia belum bisa mengaji Al-Quran sama sekali padahal reza selalu berusaha dan bersemangat dalam mengaji tetapi segalanya menjadi susah dibuatnya untuk belajar, mungkin itu adalah takdir yang menimpa reza dalam belajar di pondok, sekarang reza hanya merintik ke piluan takdir yang ia jalankan.

Reza masih setia menemani  malam yangg basah, menanti mentari menyapa kembali pada reza. ia tidak bisa tidur kelena sakit di hati yang menjadi serba tergangunya selama bermimpi. lebih baik ia  menyendiri  dan berusaha bersabar untuk mengobati ke risawan hati pada malam ini.  ia melamun  panjang pada malam itu , banyangannya selalu menari-nari  sehinga memori kehidupan yang dulu akhirnya telah berputar kembali. Masa silam satu tahun yg lalu dimana masa ia ciptakan pahitnnya sebuah kehidupan yang sangat pilu.

“Nak kamu seperti mayit tapi hidup” kata ibu reza pada saat itu. sesunggunya perkatahan ibunya reza adalah nyata  yang hanya membuat kehidupan keluarganya bertambah susah.
“lebih baik kamu kerja saja untuk membantu bapakmu dari pada mondok yang tak dapat apa-apa dan hanya menghabiskan beras saja, sudah 3 tahun kamu mondok tapi ayat pendek saja gak  hafal”. Tiba-tiba ibu berkata seperti itu, kenapa ibu tega, rasa perih reza mulai menghiasi di kepalanya lagi, mungkin ibu belum tahu keberhasilan reza di pondok walaupun hanya mendapatkan ilmu hikmah, tapi kenapa 
“Bu... Jangan bu… aku masih ingin mondok, aku ingin meneruskan pengajian di mushola bu, aku akan berjanji akan sungguh-sungguh mencari ilmu, aku tidak akan membuat ibu malu lagi, dan aku akan selalu berdoa untuk ibu agar keberhasilanku tak sia-sia”. Hanya kata itu yang bisa reza lontarkan kepada ibu, bersama rintikan air yang sangat jernih dan terus mengalir deras dari sepasang kelopak matanya.
“Nak aku sudah bosan menyekolahkanmu. kamu tetap saja gagal mencari  ilmu. ngaji saja gak bisa apalagi ngajar, orang gak mondok saja lebih baik ngajinya dari pada kamu yang mondok”. Ibu masih tetap keras saja, dan masih mengangkat pendirianya saja.
“bu aku tahu, siapa diri ku ini yang sangat bodoh dan tak tau ilmu apa-apa memang sekarang aku bergini, tapi aku ada sebuah impian untuk melangkah kehidupan yang baru dan bahagia pada hari esok nanti, memang sekarang aku seperti mayit tapi hidup, tapi aku berusaha untuk menghapuskan perkataaan ibu “. Ibu reza hanya terdiam ketika anaknya berkata aku ingin bersungguh-sungguh mau mondok bu walaupun anaknya  orang biasa, tetapi reza masih tegar mengarungi samudra ilmu yg tak terbatas oleh pikiranya tapi dengan api samangtnya reza mampu berkorban demi keluarganya.

@@@

Keesokan harinya reza ingin berangkat lagi ke pesantren Nurul Huda lagi demi menggapai cita-cita tingginya kepada ibu, setelah sarapan reza pun langsung menghampiri ibu lalu mencium tangan ibu sambil berkata.
“ibu aku memohon, beri kesempatan sekali lagi pada reza”.
“tidak!. kamu harus kerja”. perkataan ibunya  menghancurkan sebuah impian selam ini reza angankan, apa boleh buat semangat mondok pun menjadi pudar. ibu reza pergi bergitu saja entak kemana ibu akan pergi dan ibu tak pernah merasakan iba meliat anaknya yang bergeretak di atas lemek tempat tidurnya, kesedihanya hanya selalu memuat dirinya tak berdaya, kenapa ibu bertambah keras hati, padahal tujuanku kan baik, ibu meninggalkan kata-kata yang menyakitkan, sekarang reza hanya ditemani dengan kesunyian di pagi hari, walaupun hari semakin cerah tapi fikiran reza semakin redup untuk di sinari matahari pagi.
Tepat pada pukul 07:00 waktu itu akan menjadi saksi bisu atas roda kehidupan reza yang terinjak oleh kebodohan yang selalu membuat penderitaan bagai menikam kalbu reza. sehinga air mata kasih keluar bergitu saja untuk berusaha mengusiri kepedihan yang menyelimuti hatinya, dan akan tergores dengan luka yang sangat mendalam.
Hancurlah berkeping-keping, semua impian tak terhujud, semuanya menjadi hampa, tak ada lagi jalan menuju sebuah kenyataan bila impian yang di angankan telah pudar begitu saja oleh perkkataan ibu. impian yang salama ini akan mencoba menggegam ilmu agama dan angan-angan yang ingin membahagiakan ke dua orang tua reza, tapi pada detik-detik ini impian itu terbang begitu saja tanpa pamit, akan pergi jauh dan tak akan kembali lagi untuk hidup reza, kerena jalan sudah di tutup rapat-rapat dan mungkin tak bisa menggapainya lagi.

@@@

            Pukul 17:00 sedari pagi Reza hanya mengelengkan kepala, ia tak sanggup lagi meniti jalan kehidupan dengan cara ini. mungkin inilah akhir sebuah cita-cita reza. dan akan menuju jalan penuh dengan duri-duri penderitaan  yang harus di jalankan sepajang waktu. Tak lama kemudian ibu pun datang, rupanya ibu Reza habis bekerja keras ke pasar hanya untuk mencari secuil upah untuk anaknya
“Assalamu’alaikum…” suara ibu terdengar jelas di telinga Reza, tapi Reza pun tak kunjung bangun, mungkin perkataan ibunya terlalu pedas untuk di dengarkan oleh seorang anak tunggalnya.
“Nak… bangunlah” tiba-tiba ibu terpaksa membangunkan anaknya yang sedari tadi hanya tergeletak di karpet tempat tidurnya, tetapi tak ada respon dari Reza dan ibunya semakin khawatir pada anaknya, jangan-jangan dia telah pergi,
“Nak… bangunlah ibu akan izinkan kamu mondok lagi nak, tapi hanya dua tahun saja, apabila kamu tetap gagal maka itulah nasib mu nak, dan apabila kamu berhasil maka kebahagian ibu akan selalu menghiasi keluarga ini nak, dan ibu akan berjanji jika dengan kesuksesanmu mondok itu tercapai Insya Allah ibu akan mengabulkan semua keinginanmu, ayolah Nak bangun…” air mata kesucian telah terjatuh di pipi Reza begitu saja sambil menghiasi langit-langit kamar Reza uang penuh dengan kasih saying seorang ibu pada anaknya, kata-kata itulah yang akhirnya bisa mengobati luka Reza, tak lama kemudian reza pun mulai sadar dan bangit lalu lasung memeluk ibunya yang tengah merindukan diiringi dengan air mata kebahangian dan kasih sayang anaknya.
“Eya bu, Reza janji akan bersungguh-sungguh”.

@@@

Awanpun mulai gelap, Tetesan embun malam akhirnya telah menyadari Reza dari dunianya, sehingga ia kembali ke jalan tholabul ilmi dan menjadi sebuah kenyataaan hidup. Dan janji itu mulai mengusiki kembali karena waktu terus berguring mengikuti jalanya surya, sehinga tak terasa satu tahun telah ia lewatkan tanpa adanya kesusahan, ternyata tak ada yang bisa mengalahkan doa ibu kepada anaknya, “kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa”

”Ma’afkanla aku ibu. Telah menyakiti yang kedua kalinya. dan hanya menyusahkanmu ibu. Mukin ini sebuah takdir hidupku. Tapi aku tetap tabah dalam cobaan ini. Suatu saat nanti aku akan merasakan Sebuah kemanisan hidup di dunia. Dari semua coban ini akan menjadi makna tertinggi Bu. Jika aku tak ada lagi. Maka aku gagal. Tetapi jika ku kembali. Aku akan membawa apa yang ibu inginkan salama ini”.

Reza menulis apa yang di katakanya hatinya, dan catatan itu mungkin bisa meredahkan perih hatinya, diiringi air mata Reza pun melangka kakinya untuk meninggalkan kamar, dan meninggalkan secarik kata-kata yang tergores di lembaran kertas berwarna putih di kamarnya. Angin hitampun telah redup dan menghiasi ruangan kamar Reza sehingga secarik kertas tulisan terakhir Reza pun terbang terbawa angin dan akan kembali setelah takdir Reza semuanya berubah.

SEKIAN

Langitan, 15 September 2013

Di pojok kamar 18 Al-Hanafi

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi

Pondok Pesantren Nurul Furqon

7 Fenomena Alam Super Keren